Berdasarkan Ordonantie pembentukan sebagaimana termuat dalam Staatsblad 1926 Nomor 366 dan berlaku tanggal 1 Oktober 1926, Gemeente Batavia telah ditunjuk menjadi Stadsgemeente Batavia dan menyelenggarakan pemerintahan daerahnya menurut SGO. Keanggotaan Gemeenteraad Stadsgemeente sama dgn pada masa Gemeente Batavia, demikian pula mengenai jumlahnya. Pada zaman Jepang, sistem pemerintahan daerah pada waktu itu semula tidak terdapat Dewan-Dewan.

Namun sejak bulan September 1943 terjadi perubahan dalam sistem pemerintahan Bala Tentara Jepang, yaitu dengan dibentuknya Dewan-Dewan baik di pusat maupun di daerah yang menjalankan fungsi sebagai Badan Penasehat. Pada pemerintahan pusat, badan terssebut bernama Tyuuoo Sangi-in dan di daerah disebut Sangi-in. Selanjutnya, sejak Indonesia merdeka bersamaan dengan Komite Nasional Indonesia Pusat pada tanggal 29 Agustus 1945, di Jakarta dibentuk pula Komite Nasional Daerah Kota Jakarta yang kedudukannya diatur dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Pembentukan Pemerintahan Nasional Daerah. Menurut UU Nomor 1 pasal 2, ditetapkan Komite Nasional Daerah menjadi Badan Perwakilan Rakyat Daerah, yang bersama-sama dan dipimpin oleh Kepala Daerah menyelenggarakan pekerjaan mengatur rumah tangga daerahnya. Dalam pelaksanaannya, hingga akhir tahun 1946 Badan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Jakarta baru beranggotakan 39 orang. Penyelenggaraan Pemerintahan Nasional Kota Jakarta ternyata tidak berjalan dengan lancar dan berakhir pada tanggal 21 Juli 1947, dan berakhir pula masa jabatan Badan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Jakarta yang dibentuk pada awal kemerdekaan Indonesia.

Berakhirnya Badan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Jakarta bersamaan dengan mendaratnya tentara pendudukan sekutu pada tanggal 29 September 1945, dimana mulai tanggal 21 Juli 1947 pihak Belanda melancarkan serangan serta menduduki wilayah-wilayah yang dikuasai oleh RI dan tidak terkecuali kekuasaan-kekuasaan Pemerintah RI yang berada di kota Jakarta. Pada tanggal 25 Agustus 1948 ditetapkan Ordonantie tentang pengaturan sementara mengenai aparatur pemerintahan stadsgemeente di Pulau Jawa (Ordonantie Tijdelijke voor Ziengenbestuur Stadsgemeente Java Stadsblad 1948 Nomor 195) yang bermaksud untuk membentuk kembali pejabat/dewan. Berdasarkan ketentuan tersebut, Wakil Tinggi Mahkuta Belanda menerbitkan Staatsblad 1949 Nomor 56 yang membentuk kembali alat-alat perlengkapan baru yang akan menyelenggarakan tugas kekuasaan Stadsgemeente Batavia. Keputusan tersebut kemudian diperbaharui dengan keputusan tanggal 28 Februari 1949 Nomor 13 yang diumumkan dalam Staatsblad 1949 Nomor 68, menetapkan bahwa semua wewenang, hak, kewajiban dan pekerjaan lainnya dijalankan oleh Stadsbestuursraad (Majelis Pemerintahan Kota Jakarta), College van Dagelijks Bestuur (Badan Pemerintahan Harian), dan Burgemeester. Lebih lanjut dengan Keputusan Sekretaris van Staat voor Binnenlandse Zaken (Sekretaris Negara untuk Urusan Dalam Negeri dari Pemerintah Pre-Federal tanggal 3 Maret 1949 Nomor AZ 25/3/7 telah ditetapkan jumlah Anggota Majelis Pemerintahan Kota Jakarta sebanyak 33 orang. Pada tanggal 27 Desember 1949 berlangsung pemulihan kedaulatan Indonesia dari tangan Belanda kepada bangsa Indonesia. Sejak itu berdirilah Republik Indonesia Serikat sebagai suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk federasi. Stadsgemeente Jakarta sebagai suatu daerah swatantra di dalam lingkungan wilayah Distrik Federal Jakarta tetap berlangsung menurut ketentuan perundangan desentralisasi yang telah ada sebelum RIS, yaitu S.G.O dan “ordonantie tijdelijke voorzienigen bestuur stadsgemeente Java”. Demikian pula susunan dan organisasi stadsgemeente masih tetap seperti sediakala tanpa perubahan.

Penyelenggaraan pemerintahan daerah masih dilakukan oleh Majelis Pemerintahan Kota Jakarta, Badan Pemerintahan Harian dan Walikota yang dibentuk pada zaman Pre-Federal. Akan tetapi sesuai dengan yang telah ditetapkan, bahwa jangka waktu pelaksanaan tugas Majelis Pemerintahan Kota Jakarta dan Badan Pemerintahan Harian hanya satu tahun, maka pada tanggal 1 Maret 1950 kedua badan tersebut meletakan jabatannya. Mengingat dalam jangka waktu 1 tahun belum dapat dilangsungkan pemilihan untuk membentuk majelis yang baru, maka untuk mencegah macetnya penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kota Jakarta, dengan keputusan presiden tanggal 28 Februari 1950 Nomor 93, ditetapkan bahwa sambil menanti pengaturan lebih lanjut semua kekuasaan, hak dan kewajiban serta segala urusan dan pelaksanaan menurut perundang-undangan yang berlaku berada dalam tangan Dewan Perwakilan Kota dan College van Burgemeesteren Wethouders dari Gemeente kota Jakarta, untuk sementara diselenggarakan dan dilaksanakan oleh Walikota. 8 Pemerintahan tunggal tersebut tidak berlangsung lama, karena Kementrian Dalam Negeri RIS telah melakukan usaha-usaha untuk membentuk majelis yang baru. Pada akhir bulan Februari 1950, Kementrian mengadakan pertemuan dengan pelbagai partai politik dan organisasi lain. Dalam pertemuan disetujui pembentukan sebuah Panitia pembaharuan Majelis Pemerintahan Kota Jakarta yang disebut Panitia Tujuh yang bertugas untuk dalam waktu singkat membentuk sebuah majelis baru, yang didalamnya duduk wakil-wakil dari pelbagai aliran politik dan lainnya yang dapat mencerminkan keadaan yang sebenar-benarnya dari masyarakat Kota Jakarta pada dewasa itu.